Selasa, 13 April 2021

4+4 = 5

 


Sebuah film pendek karya sineas Iran berjudul 2+2 terasa sangat pas dengan kondisi umat Muslim hari ini. Dalam film itu diperlihatkan seorang guru berkata kepada muridnya bahwa 2+2=5. Awalnya para murid terheran-heran, tapi sang guru memaksa anak-anak mengucapkan 2+2=5. Lalu, ada seorang anak yang berkeras melawan, mengatakan 2+2=4. Anak itu langsung didatangi beberapa petugas sekolah yang mengintimidasinya, namun dia tetap bertahan, menulis di papan tulis: 2+2=4. Akhirnya anak itu ‘ditembak’. Murid-murid lain yang ketakutan, menulis di buku tulis mereka: 2+2=5. Tetapi, di akhir film diperlihatkan, ada seorang murid yang diam-diam tetap menulis 2+2=4.

Lihatlah di sekitar kita. Di jejaring sosial, selama 2-3 tahun terakhir ini, kita menyaksikan satu kelompok yang tenggelam dalam lumpur kebohongan. Mereka menyebarluaskan foto dan video melalui media sosial dengan cara berbohong. Mereka menyebut foto korban gempa bumi di Azebaijan atau korban Israel di Gaza sebagai foto korban kekejaman rezim Assad. Foto para pengedar narkoba Iran yang dihukum gantung karena kejahatan mereka disebut sebagai foto orang Sunni yang digantung pemerintah Syiah dengan alasan perbedaan mazhab. Orang-orang yang mengatakan kebenaran dituduh sesat dan kafir.

Sungguh luar biasa kebohongan mereka itu. Mereka melakukannya secara berulang, tanpa rasa malu atau khawatir bahwa kebohongan mereka itu akan terungkap. Mungkin mereka terlalu percaya diri. Pasalnya, sebagian “pasukan militan” mereka telah tercuci otaknya sedemikian rupa hingga selalu membenarkan apapun yang mereka kabarkan. Atau, ketika kebohongan itu terungkap, para simpatisan militan itu akan memaklumi kebohongan apapun yang tersaji.


Hal ini bisa dilihat dari sangat banyaknya simpatisan fanpage-fanpage takfiri yang selalu menyebarluaskan kebohongan. Ketika ada yang berusaha meluruskan informasi yang ditulis oleh fanpage itu, para simpatisan akan segera ‘menindas’-nya dengan kata-kata kasar, atau admin akan membungkamnya dengan cara mem-ban (dikeluarkan dari keanggotaan fanpage, sehingga tidak bisa berkomentar lagi), atau, bahkan memberi justifikasi “Biar sajalah foto ini palsu, tak penting. Yang penting kan memang benar Assad menindas rakyat Sunni Suriah!”

Luar biasa, bukan? Pantas saja para pembohong itu tetap percaya diri untuk terus-menerus berbohong. Itu karena mereka merasa bahwa kebohongan-kebohongan mereka itu tetap dipercaya. Atau mungkin mereka meneladani Hiltler yang berkata, “Sampaikanlah kebohongan secara berulang-ulang, maka kebohongan itu akan jadi kebenaran.”

Hanya saja, para pembohong itu harus ingat bahwa akan selalu ada orang-orang yang seperti murid sekolah yang bertahan mengatakan 2+2=4 itu. Meskipun taruhannya mati. Akan selalu ada orang-orang yang meneladani metode Al Quran: menyampaikan kebenaran secara berulang-ulang. Bukankah kita dapati ayat-ayat Al Quran yang diulang-ulang di berbagai surat?

Merekalah orang-orang yang yakin, bahwa batu yang keras pun akan berlubang dengan tetesan air. Mereka yakin, kebohongan akan sirna dan kebenaran akan muncul menerangi muka bumi.

Lalu, kapan itu akan terjadi? Kami percaya bahwa hal itu tidak akan lama lagi. “Innahum yaraunahuu ba’iida. Wa naraahu qariiba” (Sesungguhnya, mereka melihatnya sebagai hal yang masih jauh; sedangkan kami melihatnya sebagai hal yang dekat).

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon masukan kritik dan saran